Senin, 12 Agustus 2013

CERPEN KUNANTI ENGKAU DI PANTAI LOSARI



TEMA :
MENGHALAU TEKAD DEMI SEBUAH RASA
OLEH RUSDIANTO KARIM


KUNANTI ENGKAU DI PANTAI LOSARI
Senja kian temaram, langit jingga diufuk barat tak lama lagi akan berganti gelap. Burung-burung pun beransur-ansur pulang ke sarangnya. Aktivitas insang yang bernama manusia pun mulai berkurang. Tampak sebuah sosok duduk di dermaga sambil mengayung-ayungkan kakinya yang hampir menyentuh air laut. Pandangannya jauh kedepan, tetapi tak melihat apa-apa yang ada hanyalah bayangan orang itu yang telah mencabik-cabik kekokohan hatinya. Mengapa ia begitu mudah luluh hanya karena sorot mata yang berbina, indah dan teduh itu. Padahal ia telah mematrikan dalam tekadnya tak ada cinta sebelum sukses dalam kehidupannya. Kini, tekad itu hampir dihianatinya. Tapi apa daya rasa itu semakin mengganggu konsentrasinya.
Hari menjelang malam ketika Rusdi mulai kembali ke rumahnya setelah tadi berada di dermaga sambil menikmati senja yang begitu mengagumkan dalam pikirannya. Di rumah, ibunya telah menunggunya dengan perasaan khawatir yang selalu melekat pada hatinya, maklum saja Rusdi merupakan anak satu-satunya yang dimilikinya saat ini dan sewaktu sepeninggal ayah Rusdi, semakin menambah beban kesakitan yang dia alami saat ini, tetapi dia terus tabah dan sabar dalam menjalani hidupnya ini. Ayah Rusdi meninggal pada saat Rusdi duduk dibangku kelas 2 SMP satu tahun yang lalu akibat tragedi kecelakaan, sehingga apapun dia relakan untuk anaknya tercinta. Sekarang rusdi telah lulus SMP dan akan melanjutkan sekolah disalah satu SMA yang ada di Makassar.
Rusdi pun telah sampai di rumahnya, “aduh nak, dari mana saja kamu ini” pinta ibunya. “anuh bu”, ujar Rusdi dengan rasa takut. “anuh apa” ujar ibunya dengan rasa penasaran. “iya bu, tadi saya habis dari dermaga melihat matahari tenggelam bu” pinta Rusdi. “oohh, begitu nak, lain kali jangan terlalu kemalaman baru pulang, nanti kamu telat sholat magribnya,” ujar ibunya dengan kata-kata nasehat. “iya bu”.
Rusdi pun bergegas masuk ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan selanjutnya dia pergi melaksanakan sholat magrib.
Didalam kelamnya malam, Rusdi pun tertidur dengan pulasnya didalam kamarnya yang hanya berukuran 3×4 meter, dengan lemari mini kecoklatan ditambah dengan sebuah kipas angin yang menghiasi kamarnya. Sang ibu pun datang ke kamarnya sambil memakaikan selimut kebadan Rusdi dengan penuh rasa tulus.
Pagi itu, Rusdi baru saja beranjak dari kamarnya, suara klakson kendaraan di depan rumah meraung-raung menyambut mentari pagi. Rusdi pun bergegas mandi dan setelah memakai seragam SMA barunya itu, Rusdi kemudian duduk di meja makan untuk menikmati sarapan pagi yang sudah dihidangkan oleh ibunya, yang menurut Rusdi ini adalah suasana yang sangat bermakna buatnya yaitu makan bersama orang yang sangat dia sayangi.
Sehabis sarapan pagi Rusdi pun kemudian minta pamit dengan mencium tangan ibunya dan bergegas berangkat dengan menggunakan motor honda beat kesayangannya. “hati-hati ya nak, jangan ngebut-ngebut di jalan”, ujar ibunya. “iya bu”, pinta Rusdi.
Dalam perjalanan Rusdi nampak kesal dengan keadaan jalan yang macet gara-gara unjuk rasa mahasiswa. Mobil dan motor berbaris panjang antri untuk lewat, Rusdi hanya menguap lebar sambil memperhatikan dari atas motornya.
“Macet lagi!, demo lagi!” keluhnya dalam hatinya, ingin rasanya dia melempar satu persatu mobil atau orang yang berunjuk rasa. Setiap hari saja ada persoalan yang menjadi bahan untuk demo. Sepertinya hari ini disuguhi tontonan orang-orang yang menuntut macam-macam. Negeri ini betul-betul membuka krang demokrasi.
Rusdi bergumul dalam hatinya, seakan dia ingin cepat-cepat menjadi mahasiswa dan menghalau mahasiswa lainnya untuk tidak berdemo dengan anarkis, jangan mengganggu kepentingan orang lain.
Akhirnya jalanan beransur-ansur mulai lancar dan Rusdi pun melanjutkan perjalanannya ke sekolah. Di sekolah pak satpam dengan kumis tebalnya sudah berdiri di pintu gerbang sambil mememang tongkat hitamnya, menyambut para siswa dan siswi SMA. Dia kemudian memarkir sepeda motornya dan bergegas masuk keruangan kelas dengan para siswa yang lain, dengan perasaan agak deg-degan. Maklum saja hari itu merupakan hari pertama buatnya.
Tak disangka dan tak diduga, ternyata Hikmah melanjutkan sekolahnya pada SMA yang dimana Rusdi sekolah. Betapa riang hati Rusdi mendengar informasi itu. Tapi dalam hati kecil Rusdi merasa takut nanti rasa itu timbul kembali.
Masa orientasi sekolah pun berlansung dengan semarak, hingga disuatu kesempatan Rusdi sempat bertemu muka dengan Hikmah.
“ Halo!, apa kabar Hikmah” Ucap Rusdi setengah rayu.
“Baik!, memangnya kenapa?”
“Ah... tidak apa-apa” jawab Rusdi dengan kekil.
Akhirnya mereka berdua ketawa cengengesan dan saling mencari pandang. Keduanya seakan tak bisa menahan rasa ingin lebih dekat, tapi malu mengungkapkannya.
Hari-hari sekolah mereka lewatkan dengan manis, penuh ketekunan dan keseriusan hingga menjelang akhir semester, Rusdi mulai menurun prestasinya sampai titik terendah. Keadaan ini membuat Rusdi patah semangat dalam berprestasi.
Mega yang sekelas Rusdi melihat keadaan yang demikian adanya, mencoba mendekati.
“Dy!, memangnya ada apa dengan kamu?” tanya Mega penuh perhatian.
“Ah tidak apa-apa,” ucap Rusdi sendu.
“Ayolah... Dy terus terang sajalah,” pinta Mega.
“Ah tidak apa-apa!” tegas Rusdi sekali lagi.
Rusdi tidak mau juga bicara dan mengatakan sejujurnya pada Mega.
Mega mencoba lagi menggali informasi dari Rusdi yang tidak mau terus terang. Padahal Mega ingin membantunya, apalagi di antara mereka sudah lama saling kenal. Malahan Mega sebenarnya jatuh cinta pada Rusdi. Hanya saja Rusdi lah yang selalu menolaknya.
“Cinta tidak selamanya harus memiliki, biarlah Rusdi bahagia bersama Hikmah, selamat tinggal duka,” ucap Mega pelan sambil meninggalkan Rusdi diantara jejeran bangku kelas.
Tiap hari Rusdi nampak murung dan suka melamun, perhatiannya tidak karuan pada setiap pelajaran di kelas, sementara ulangan umum sudah diambang pintu. Yang aneh adalah Mega seperti orang yang berombang-ambing melihat kondisi Rusdi, ketika Mega kebetulan bercerita pada Hikmah tentang Rusdi, Hikmah terlihat tenang-tenang saja, tidak ada rasa ingin tahu ataupun iba malahan senyum-senyum saja dihadapan Mega. Padahal sebenarnya dalam hati Hikmah berkata lain.
Keesokan harinya seusai jam pelajaran, Rusdi akhirnya memberanikan dirinya untuk mengajak jalan Hikmah. Mereka berdua jalan beriringan, hingga tiba disebuah kafe dekat sekolahnya. Hikmah memilih tempat yang agak kesudut dan tidak terlalu ramai. Lama mereka diam kemudian Hikmah membuka pembicaraaan.
“Kamu masih suka melamun Dy?”
“Tidak juga, kata siapa”
“Aku dengar dari Mega. Rusdi!, sebaiknya kita bicara dengan enak” pinta Hikmah.
Rusdi Cuma menarik nafas panjang dan terpejam sejenak, lalu menatap mata Hikmah dengan penuh tanda tanya, yang akhirnya Rusdi membuka mulut juga.
“Hik... maafkan saya.”
“memangnya ada apa?”
Tampak mimik Rusdi berubah dan matanya berkaca-kaca.
“Saya sesungguhnya mengakui kegigihanmu” puji Rusdi.
“kegigihan apa!”
“terus terang Hik...”
Rusdi menghentikan sejenak ucapannya, lalu merabah jemari Hikmah yang berada di atas meja.
“Engkau adalah wanita yang kudambakan selama ini” ucap Rusdi serius sambil melanjutkan ceritanya.
            Hikmah mulai tersenyum manis, dan hatinya seakan berbunga-bunga mendengar ucapan Rusdi yang romantis dan baru pertama kali didengarnya. Rusdi meraba tangan Hikmah dengan mesra lalu melepaskannya. Tiada terasa sore pun mendekati mendekati malam.
            “Kita pulang yuk, Hik!” ajak Rusdi lembut.
            Hari-hari pertama sejak membangun mahliga cinta, dijalaninya dengan suka hati, tiada hari tanpa canda dan tawa diantara mereka. Satu bulan selanjutnya kenyataan menjadi lain. Rusdi mengatakan kepada Hikmah bahwa dia tidak bisa melanjutkan hubungan ini karena dia tidak ingin mengecewakan ibunya, dia ingin mencapai kesuksesan karirnya. Tetapi Hikmah tidak bisa menerima keadaan tersebut.
Rasa sayang Hikmah kepada Rusdi sudah tidak bisa dia pungkiri. Air matanya menetes membasahi pipinya yang mulus dipoles bedak tipis. Matanya semakin nanar, seiring akan tenggelamnya sang surya di ufuk barat.
“Sudahlah... Hikmah!, kamu jangan tangisi keadaan ini, semua ini bukan kehendak saya, tetapi saya tidak mau menyakiti ibu saya” hibur Rusdi dengan penuh kasih sayang.
Air mata Hikmah belum berhenti menetes,  malah semakin terisak-isak, sambil menempelkan tissue pada pipinya yang semakin basah.
Hikmah keluar dari kelasnya dengan lesu. Semangat hidup serta kebahagiaannya sirna seketika, lenyap entah kemana. Segala persoalan, beban perasaan, kenyataan yang memilukan hati, membuat mata Hikmah sembab.
Tetapi Rusdi berusaha untuk terus menjelaskan kepada Hikmah. Kemudian Rusdi langsung merangkul Hikmah dan menatapnya dengan rasa yang meyakinkan. Hikmah akhirnya kembali masuk ke kelas dan duduk kembali bersama Rusdi.
Rusdi berfkir kembali, akhirnya dia memcabut keputusannya tadi dan memutuskan untuk melanjutkan hubungannya karena dia tidak ingin melihat Hikmah bersedih, dikarenakan Rusdi sangat sayang kepada Hikmah, walaupun ibunya pernah mengatakan bahwa dia tidak boleh pacaran sebelum dia sukses.
Rusdi dan Hikmah kemudian mencari jalan keluar, akhirnya mereka berdua berambisi untuk cepat-cepat sukses sehingga mereka bisa menjalani hubungannya dengan serius.
Tak lama kemudian Rusdi menghilang tanpa kabar, hati Hikmah kembali tercabik-cabik. Tetapi Hikmah tetap tegar dalam keadaan itu.
Beberapa tahun berselang. Akhirnya Hikmah sudah mendapat kesuksesan dan mimpinya sudah tercapai dan tak diduga Rusdi yang sekian lama menghilang ini telah menjadi salah satu Dokter ternama di salah satu rumah sakit yang ada di Makassar.
Musim penghujan di akhir bulan Desember, pantai losari yang menghadap ke selat makassar menunjukkan kebolehnnya, yakni mulai berombak, dan seringkali ekor gelombang pasang berbelit di kepala karang memutih buih, berputar-putar menderu-deru. “Byuur.... byuur” mengalun panjang, keras membahana kedengaran mendayu-dayu.
Semilir angin meniup sepoi di Pantai Losari membuat rambut Hikmah terhelai tak beraturan. Tak jauh mata memandang orang-orang sibuk dengan aktivitasnya. Setiap waktu Hikmah selalu meluangkan waktunya untuk mampir di pantai ini untuk mengenang masa lalunya bersama Rusdi.
 Kemudian Hikmah kaget ketika seseorang menutup matanya dari arah belakang, “Siapakah gerangan” ungkap Hikmah dalam hati. Lelaki itu pun melepaskan tangannya dan menampakkan wajahnya ke Hikmah. Ternyata lelaki itu adalah Rusdi kekasih Hikmah.
Hikmah pun langsung memeluk Rusdi dan tak ingin rasanya dia melepaskannya. Dia tidak ingin lagi ditinggal pergi oleh kekasihnya tercinta. Pantai losari menjadi saksi bisu percintaan mereka berdua, dan akhirnya Rusdi dan Hikmah hidup bahagia untuk selamanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar