TEMA
:
MENGHALAU TEKAD DEMI SEBUAH RASAOLEH RUSDIANTO KARIM
KUNANTI
ENGKAU DI PANTAI LOSARI
Senja
kian temaram, langit jingga diufuk barat tak lama lagi akan berganti gelap.
Burung-burung pun beransur-ansur pulang ke sarangnya. Aktivitas insang yang
bernama manusia pun mulai berkurang. Tampak sebuah sosok duduk di dermaga
sambil mengayung-ayungkan kakinya yang hampir menyentuh air laut. Pandangannya
jauh kedepan, tetapi tak melihat apa-apa yang ada hanyalah bayangan orang itu
yang telah mencabik-cabik kekokohan hatinya. Mengapa ia begitu mudah luluh
hanya karena sorot mata yang berbina, indah dan teduh itu. Padahal ia telah
mematrikan dalam tekadnya tak ada cinta sebelum sukses dalam kehidupannya.
Kini, tekad itu hampir dihianatinya. Tapi apa daya rasa itu semakin mengganggu
konsentrasinya.
Hari
menjelang malam ketika Rusdi mulai kembali ke rumahnya setelah tadi berada di
dermaga sambil menikmati senja yang begitu mengagumkan dalam pikirannya. Di
rumah, ibunya telah menunggunya dengan perasaan khawatir yang selalu melekat
pada hatinya, maklum saja Rusdi merupakan anak satu-satunya yang dimilikinya
saat ini dan sewaktu sepeninggal ayah Rusdi, semakin menambah beban kesakitan
yang dia alami saat ini, tetapi dia terus tabah dan sabar dalam menjalani
hidupnya ini. Ayah Rusdi meninggal pada saat Rusdi duduk dibangku kelas 2 SMP
satu tahun yang lalu akibat tragedi kecelakaan, sehingga apapun dia relakan
untuk anaknya tercinta. Sekarang rusdi telah lulus SMP dan akan melanjutkan
sekolah disalah satu SMA yang ada di Makassar.
Rusdi
pun telah sampai di rumahnya, “aduh nak, dari mana saja kamu ini” pinta ibunya.
“anuh bu”, ujar Rusdi dengan rasa takut. “anuh apa” ujar ibunya dengan rasa
penasaran. “iya bu, tadi saya habis dari dermaga melihat matahari tenggelam bu”
pinta Rusdi. “oohh, begitu nak, lain kali jangan terlalu kemalaman baru pulang,
nanti kamu telat sholat magribnya,” ujar ibunya dengan kata-kata nasehat. “iya
bu”.
Rusdi
pun bergegas masuk ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan selanjutnya dia
pergi melaksanakan sholat magrib.
Didalam
kelamnya malam, Rusdi pun tertidur dengan pulasnya didalam kamarnya yang hanya
berukuran 3×4 meter, dengan lemari mini kecoklatan ditambah dengan sebuah kipas
angin yang menghiasi kamarnya. Sang ibu pun datang ke kamarnya sambil
memakaikan selimut kebadan Rusdi dengan penuh rasa tulus.
Pagi
itu, Rusdi baru saja beranjak dari kamarnya, suara klakson kendaraan di depan
rumah meraung-raung menyambut mentari pagi. Rusdi pun bergegas mandi dan
setelah memakai seragam SMA barunya itu, Rusdi kemudian duduk di meja makan
untuk menikmati sarapan pagi yang sudah dihidangkan oleh ibunya, yang menurut
Rusdi ini adalah suasana yang sangat bermakna buatnya yaitu makan bersama orang
yang sangat dia sayangi.
Sehabis
sarapan pagi Rusdi pun kemudian minta pamit dengan mencium tangan ibunya dan
bergegas berangkat dengan menggunakan motor honda beat kesayangannya.
“hati-hati ya nak, jangan ngebut-ngebut di jalan”, ujar ibunya. “iya bu”, pinta
Rusdi.
Dalam
perjalanan Rusdi nampak kesal dengan keadaan jalan yang macet gara-gara unjuk
rasa mahasiswa. Mobil dan motor berbaris panjang antri untuk lewat, Rusdi hanya
menguap lebar sambil memperhatikan dari atas motornya.
“Macet
lagi!, demo lagi!” keluhnya dalam hatinya, ingin rasanya dia melempar satu
persatu mobil atau orang yang berunjuk rasa. Setiap hari saja ada persoalan
yang menjadi bahan untuk demo. Sepertinya hari ini disuguhi tontonan
orang-orang yang menuntut macam-macam. Negeri ini betul-betul membuka krang
demokrasi.
Rusdi
bergumul dalam hatinya, seakan dia ingin cepat-cepat menjadi mahasiswa dan
menghalau mahasiswa lainnya untuk tidak berdemo dengan anarkis, jangan
mengganggu kepentingan orang lain.
Akhirnya
jalanan beransur-ansur mulai lancar dan Rusdi pun melanjutkan perjalanannya ke
sekolah. Di sekolah pak satpam dengan kumis tebalnya sudah berdiri di pintu
gerbang sambil mememang tongkat hitamnya, menyambut para siswa dan siswi SMA. Dia
kemudian memarkir sepeda motornya dan bergegas masuk keruangan kelas dengan
para siswa yang lain, dengan perasaan agak deg-degan. Maklum saja hari itu
merupakan hari pertama buatnya.
Tak
disangka dan tak diduga, ternyata Hikmah melanjutkan sekolahnya pada SMA yang
dimana Rusdi sekolah. Betapa riang hati Rusdi mendengar informasi itu. Tapi
dalam hati kecil Rusdi merasa takut nanti rasa itu timbul kembali.
Masa
orientasi sekolah pun berlansung dengan semarak, hingga disuatu kesempatan
Rusdi sempat bertemu muka dengan Hikmah.
“
Halo!, apa kabar Hikmah” Ucap Rusdi setengah rayu.
“Baik!,
memangnya kenapa?”
“Ah...
tidak apa-apa” jawab Rusdi dengan kekil.
Akhirnya
mereka berdua ketawa cengengesan dan saling mencari pandang. Keduanya seakan
tak bisa menahan rasa ingin lebih dekat, tapi malu mengungkapkannya.
Hari-hari
sekolah mereka lewatkan dengan manis, penuh ketekunan dan keseriusan hingga
menjelang akhir semester, Rusdi mulai menurun prestasinya sampai titik
terendah. Keadaan ini membuat Rusdi patah semangat dalam berprestasi.
Mega
yang sekelas Rusdi melihat keadaan yang demikian adanya, mencoba mendekati.
“Dy!,
memangnya ada apa dengan kamu?” tanya Mega penuh perhatian.
“Ah
tidak apa-apa,” ucap Rusdi sendu.
“Ayolah...
Dy terus terang sajalah,” pinta Mega.
“Ah
tidak apa-apa!” tegas Rusdi sekali lagi.
Rusdi
tidak mau juga bicara dan mengatakan sejujurnya pada Mega.
Mega
mencoba lagi menggali informasi dari Rusdi yang tidak mau terus terang. Padahal
Mega ingin membantunya, apalagi di antara mereka sudah lama saling kenal.
Malahan Mega sebenarnya jatuh cinta pada Rusdi. Hanya saja Rusdi lah yang
selalu menolaknya.
“Cinta
tidak selamanya harus memiliki, biarlah Rusdi bahagia bersama Hikmah, selamat
tinggal duka,” ucap Mega pelan sambil meninggalkan Rusdi diantara jejeran
bangku kelas.
Tiap
hari Rusdi nampak murung dan suka melamun, perhatiannya tidak karuan pada
setiap pelajaran di kelas, sementara ulangan umum sudah diambang pintu. Yang
aneh adalah Mega seperti orang yang berombang-ambing melihat kondisi Rusdi,
ketika Mega kebetulan bercerita pada Hikmah tentang Rusdi, Hikmah terlihat
tenang-tenang saja, tidak ada rasa ingin tahu ataupun iba malahan senyum-senyum
saja dihadapan Mega. Padahal sebenarnya dalam hati Hikmah berkata lain.
Keesokan
harinya seusai jam pelajaran, Rusdi akhirnya memberanikan dirinya untuk
mengajak jalan Hikmah. Mereka berdua jalan beriringan, hingga tiba disebuah
kafe dekat sekolahnya. Hikmah memilih tempat yang agak kesudut dan tidak
terlalu ramai. Lama mereka diam kemudian Hikmah membuka pembicaraaan.
“Kamu
masih suka melamun Dy?”
“Tidak
juga, kata siapa”
“Aku
dengar dari Mega. Rusdi!, sebaiknya kita bicara dengan enak” pinta Hikmah.
Rusdi
Cuma menarik nafas panjang dan terpejam sejenak, lalu menatap mata Hikmah
dengan penuh tanda tanya, yang akhirnya Rusdi membuka mulut juga.
“Hik...
maafkan saya.”
“memangnya
ada apa?”
Tampak
mimik Rusdi berubah dan matanya berkaca-kaca.
“Saya
sesungguhnya mengakui kegigihanmu” puji Rusdi.
“kegigihan
apa!”
“terus
terang Hik...”
Rusdi
menghentikan sejenak ucapannya, lalu merabah jemari Hikmah yang berada di atas
meja.
“Engkau
adalah wanita yang kudambakan selama ini” ucap Rusdi serius sambil melanjutkan
ceritanya.
Hikmah mulai tersenyum manis, dan
hatinya seakan berbunga-bunga mendengar ucapan Rusdi yang romantis dan baru
pertama kali didengarnya. Rusdi meraba tangan Hikmah dengan mesra lalu
melepaskannya. Tiada terasa sore pun mendekati mendekati malam.
“Kita pulang yuk, Hik!” ajak Rusdi
lembut.
Hari-hari pertama sejak membangun
mahliga cinta, dijalaninya dengan suka hati, tiada hari tanpa canda dan tawa
diantara mereka. Satu bulan selanjutnya kenyataan menjadi lain. Rusdi
mengatakan kepada Hikmah bahwa dia tidak bisa melanjutkan hubungan ini karena
dia tidak ingin mengecewakan ibunya, dia ingin mencapai kesuksesan karirnya.
Tetapi Hikmah tidak bisa menerima keadaan tersebut.
Rasa
sayang Hikmah kepada Rusdi sudah tidak bisa dia pungkiri. Air matanya menetes
membasahi pipinya yang mulus dipoles bedak tipis. Matanya semakin nanar,
seiring akan tenggelamnya sang surya di ufuk barat.
“Sudahlah...
Hikmah!, kamu jangan tangisi keadaan ini, semua ini bukan kehendak saya, tetapi
saya tidak mau menyakiti ibu saya” hibur Rusdi dengan penuh kasih sayang.
Air
mata Hikmah belum berhenti menetes,
malah semakin terisak-isak, sambil menempelkan tissue pada pipinya yang
semakin basah.
Hikmah
keluar dari kelasnya dengan lesu. Semangat hidup serta kebahagiaannya sirna
seketika, lenyap entah kemana. Segala persoalan, beban perasaan, kenyataan yang
memilukan hati, membuat mata Hikmah sembab.
Tetapi
Rusdi berusaha untuk terus menjelaskan kepada Hikmah. Kemudian Rusdi langsung
merangkul Hikmah dan menatapnya dengan rasa yang meyakinkan. Hikmah akhirnya
kembali masuk ke kelas dan duduk kembali bersama Rusdi.
Rusdi
berfkir kembali, akhirnya dia memcabut keputusannya tadi dan memutuskan untuk
melanjutkan hubungannya karena dia tidak ingin melihat Hikmah bersedih, dikarenakan
Rusdi sangat sayang kepada Hikmah, walaupun ibunya pernah mengatakan bahwa dia
tidak boleh pacaran sebelum dia sukses.
Rusdi
dan Hikmah kemudian mencari jalan keluar, akhirnya mereka berdua berambisi
untuk cepat-cepat sukses sehingga mereka bisa menjalani hubungannya dengan
serius.
Tak
lama kemudian Rusdi menghilang tanpa kabar, hati Hikmah kembali tercabik-cabik.
Tetapi Hikmah tetap tegar dalam keadaan itu.
Beberapa
tahun berselang. Akhirnya Hikmah sudah mendapat kesuksesan dan mimpinya sudah
tercapai dan tak diduga Rusdi yang sekian lama menghilang ini telah menjadi
salah satu Dokter ternama di salah satu rumah sakit yang ada di Makassar.
Musim
penghujan di akhir bulan Desember, pantai losari yang menghadap ke selat makassar
menunjukkan kebolehnnya, yakni mulai berombak, dan seringkali ekor gelombang
pasang berbelit di kepala karang memutih buih, berputar-putar menderu-deru.
“Byuur.... byuur” mengalun panjang, keras membahana kedengaran mendayu-dayu.
Semilir
angin meniup sepoi di Pantai Losari membuat rambut Hikmah terhelai tak
beraturan. Tak jauh mata memandang orang-orang sibuk dengan aktivitasnya.
Setiap waktu Hikmah selalu meluangkan waktunya untuk mampir di pantai ini untuk
mengenang masa lalunya bersama Rusdi.
Kemudian Hikmah kaget ketika seseorang menutup
matanya dari arah belakang, “Siapakah gerangan” ungkap Hikmah dalam hati.
Lelaki itu pun melepaskan tangannya dan menampakkan wajahnya ke Hikmah.
Ternyata lelaki itu adalah Rusdi kekasih Hikmah.
Hikmah
pun langsung memeluk Rusdi dan tak ingin rasanya dia melepaskannya. Dia tidak
ingin lagi ditinggal pergi oleh kekasihnya tercinta. Pantai losari menjadi
saksi bisu percintaan mereka berdua, dan akhirnya Rusdi dan Hikmah hidup
bahagia untuk selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar